Sebagai kota besar, wajar jika Jakarta tak bisa lepas dari kesan sebagai gudang
tempat maksiat dan negatif. Tapi bukan berarti yang baik tak ada di kota
metropolitan itu. Maka tak salah jika ada yang mengatakan, di Jakarta segalanya
ada, mulai dari yang paling jelek hingga yang terbaik, tempat mencerburkan diri
dalam kubangan dosa sekaligus menimba pahala.
Kawasan tua bernama "Kota" contohnya. Jika malam hari tiba, lampu-lampu tempat
maksiat semarak, seakan saling berlomba menggaet siapa saja yang lewat. Tapi
siapa sangka tak jauh dari sana terdapat makam seorang waliyullah, tepatnya di
daerah bernama Luar Batang. Keberadaan Luar batang sendiri menyimpan satu kisah
gaib. Satu kawasan ibukota sebelah utara, di pesisir pantai itu, konon dulunya
merupakan satu pulau kecil, merupakan penjelmaan dari hanya sebatang pohon yang
berdiri di atas gunung Batang.
Kisah ajaib itu terkait dengan peran seorang wali agung yang datang dari
Hadramaut Yaman. Husein namanya. Nama lengkapnya Habib Husein bin Abi Bakr
al-Idrus. Menurut catatan sejarah, beliau datang ke Jakarta (Batavia) pada 1746.
Alkisah, suatu ketika seorang opsir Belanda lewat di depan Habib Husein. Tanpa
dinyana, Habib memanggil orang itu lalu menepuk pundak perwira itu, dan
berkata, "Anda harus kembali ke negeri Anda. Anda akan menjadi orang besar."
Perwira itu hanya bisa tertegun. Tetapi lantaran cerita karamah Habib Husein
sudah masyhur di kalangan masyarakat Betawi, perwira itu pun menuruti sarannya.
Dan betul saja, tak lama kemudian terdengar kabar bahwa ia telah diangkat
menjadi seorang gubernur.
Maka, sebagai ungkapan rasa terima kasih, sang gubernur baru itu datang lagi ke
Batavia hanya untuk bertemu dengan Habib Husein, guna memberikan hadiah khusus,
yang bentuk dan jenisnya terserah Habib. Tetapi sesampai di sana, ternyata
Habib menolak segala pemberian itu.
Akhirnya, karena didesak terus, Habib memilih satu kawasan tempat tinggal
sebagai pusat dakwah, yang tak lain adalah Luar Batang (Konon, dulunya kawasan
yang dimiliki Habib itu seluas 30 hektar, tetapi kemudian dibagi-bagikan kepada
warga sekitar).
Sejak itu, Luar Batang menjadi salah satu basis Islam di bumi Jayakarta. Lewat
pesantren yang didirikan, Islam dapat menyebar ke seantero Betawi. Di Luar
Batang pula Habib menghabiskan sisa hidupnya, hingga wafat. Kini, Luar Batang
menjadi kawasan padat penduduk. Bahkan karena dekat pantai, kawasan itu
terkesan kumuh. Tetapi toh tempat itu tak pernah sepi oleh pengunjung. Selain
Museum Bahari, di sana terdapat makam Habib Husein yang menjadi tujuan banyak
peziarah.
Tidak sedikit para peziarah yang 'bermukim' di sana hingga berbulan-bulan, demi
ngalap barokah sang Habib (Bahkan tak jarang yang datang dari luar Jawa dan
mancanegara, seperti Timur Tengah, Eropa dan Afrika). Makam yang tak pernah
sepi itu kian ramai jika malam Jumat tiba. Begitu juga pada peringatan Maulid
Nabi dan haul wafat beliau (karena wafat pada bulan Ramadan, peringatan haulnya
diadakan pada bulan Syawal). Hingga kini, sebagian besar rombongan Walisongo
yang datang dari arah timur menjadikan makam Habib sebagai 'bonus' setelah
berziarah ke wali kesembilan yakni makam Sunan Gunung Jati Cirebon.
Dari Luar Batang, umumnya mereka melanjutkan perjalanan ke Banten, ziarah ke
makam Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati, dan makam waliyullah Syekh
Nawawi. Kalau kemudian makam Habib Husein menjadi satu tujuan para peziarah,
itu tak lain karena keagungan Habib Husein, baik budi pekerti maupun ilmu
pengetahuan agama. Beliau adalah da'i besar di kawasan Batavia abad ke-18
hingga Islam tersebar luas di sana.
Seorang ilmuwan Belanda Dr Karel Steenbrik dalam tulisannya mengatakan bahwa
beliau adalah salah satu ulama keturunan Hadramaut yang sangat disegani pada
saat itu. Generasi pendakwah asal Hadramaut berikutnya antara lain Habib Utsman
(Mufti Batavia akhir abad ke-19), Habib Abdurrahman al-Misri, Habib Ali bin
Abdurrahman al-Habsyi (Kwitang), Habib Salim bin Abdullah Sumair, Habib Salim
bin Jindan, Habib Umar al-Attas dan lainnya.
Untuk menuju ke makam Habib Husein tidaklah sulit. Dari arah Ancol atau Glodok
Kota, Anda tinggal mencari arah Pasar Ikan atau Museum Bahari di kawasan utara
Kota. Kalau menggunakan angkutan umum, dari stasiun atau terminal Kota Anda
dapat menumpang taksi, bajaj atau ojek. Yang menarik, juga tersedia sepeda
onthel dengan sadel belakang yang sudah modified hingga dijamin empuk seperti
sepeda motor. [washiel hifdzy]
Sejarah Habib Husein Al-Idrus Luar Batang...
BalasHapus