Senin, 08 November 2010

Waspada Terhadap Penyimpangan Dari Fitnah

Dalam suasana syukur hari lebaran mengekspresikan kegembiraan yang fitri, kita tetap harus waspada terhadap faktor-faktor penyimpangan dari fitrah. Syekh Ibnu ’Asyur dalam tafsirnya menyimpulkan, ada  4 faktor yang memesongkan manusia dari fitrah bawaan dan fitrah hasil pembinaan melalui rangkaian ’ibadah, yaitu:
Pertama, adanya celah kekeliruan pada saat pembinaan karakter manusia. Dimana mereka tidak diberi asupan sebagai insan yang utuh. Pendidikan di rumah dan di sekolah lebih memberi nutrisi fisik jasmani, dengan mengurangkan/mengeringkan nutrisi akal terlebih asupan spiritual. Akibatnya banyak kalangan remaja yang mencerna heroisme dengan gagah-gagahan dalam konflik fisik antar kelompok. Bukan dalam kontestasi keunggulan ilmiah, apalagi  berkompetisi dalam keluhungan budi dan citra keadaban.
Kedua, berkembangnya akhlaq yang buruk akibat memperturutkan selera hedonistis, dan keliru dalam mengambil sosok rujukan dan percontohan dari orang-orang yang berpengaruh serta diidolakan. Padahal orang yang diidolakan itu gagal dalam mempertahankan rumah tangganya sendiri, sehingganya keluarganya berantakan.
Ketiga, tidak proporsional dalam menyenangi atau membenci sesuatu atau seseorang. Setiap yang berlebihan menimbulkan ekses yang tidak baik. Kesenangan atau kebencian yang berlebihan membutakan mata hati, sehingga menimbulkan perilaku yang merugikan.

Keempat, salah dalam memenuhi skala prioritas kebutuhan primer, sekunder dan tertier, dengan memperturutkan kesenangan terhadap yang sekunder dan tertier, sehingga dalam perjalanan waktu diperlakukan sebagai kebutuhan primer. Akibatnya muncul beban tambahan pada kebutuhan primer atau bahkan menggeser dan membalikkan posisinya  ke peringkat sekunder.
Kembali ke fitrah bermakna menempatkan segala sesuatu dalam sorotan nurani sesuai dengan tingkat kemaslahatannya. Sedang bergeser atau menyimpang dari fitrah artinya menjadikan sesuatu yang maslahat menjadi kurang maslahat bahkan mendatangkan mudarat. Bagaikan obat yang diabaikan dan racun yang dijadikan obat. Terjadilah ”fasad fil ardhi”, kerusakan di muka bumi, apakah menyangkut fisik-jasmani, kerusakan pada akal fikiran dan krisis dalam mental spiritual. Itu karena penyimpangan dari fitrah telah mengakibatkan kegelapan dalam hati sehingga menjadi ”qalbun zhulmani”. Dalam kegelapan hati apapun yang dilakukan manusia menjadi lepas dari kendali taqwa, lalu  diambil alih oleh hawa nafsu yang membawa manusia pada kerendahan dan jatuhnya martabat. Melalui program ilahiah di bulan ramadhan dan di luar ramadhan, dilakukan pemenuhan kebutuhan manusia secara imbang dan tepat, serta membinanya  ke tingkat yang lebih maju dan lebih maslahat. Hidup sesuai fitrah adalah hidup yang bermartabat, hidup yang serba baik (hayatan thayyibah); ramah lingkungan sosial dan ramah lingkungan alam bagi kemaslahatan manusia. Suasana fitri dan nurani harus dipelihara jangan sampai rusak terjebak dalam suasana gelap (zhulmani) yang merusak.
Allah berfirman ” Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah keadaannya menjadi baik, dan berdo’alah kepada Allah dengan cemas dan harap, sesunguhnya rahmat Allah itu dekat terhadap mereka yang selalu berbuat ihsan”. (Al A’raf, 56)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar