Senin, 08 November 2010

Hukum Seputar Idul Fitri

  Islam adalah agama yang sempurna dalam hal aspek manapun dan dari kacamata siapapun yang melihatnya, apapun profesi mereka maka aturan dalam Islam pasti dan pasti akan cocok dengan cara hidup mereka karena Islam tidak hanya meliputi wilayah hukum, ekonomi, pola hidup tapi juga meliputi bagaimana kita harus bersikap yang sopan, santun yang disenangi oleh Allah dan telah dicontohkan oleh Rasullah saw.
Diantara adab-adab yang perlu diperhatikan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri antara lain :

1.Mandi dan Mengenakan Pakaian Yang Paling Bagus.
Dari Fakih bin Sa’ad bahwasanya Rasulullah SAW senantiasa mandi pada hari Jum’at, hari Arafah, hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Dan Fakih (Perawi hadits ini) senantiasa memerintahkan keluarganya untuk mandi pada hari-hari tersebut. (HR. Ahmad).
Berkata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'ad (1/441) : "Nabi memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha".
Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua hari raya itu dan pada hari Jum'at. Sekali waktu beliau memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah (Lihat Silsilah As-Shahihah 1279), namun bukan merah murni sebagaimana yang disangkakan sebagian manusia, karena jika demikian bukan lagi namanya burdah. Tapi yang beliau kenakan adalah kain yang ada garis-garis merah seperti kain bergaris dari Yaman."

2.Hari Raya Idul Fitri Adalah Syiar Islam.
Idul Fitri adalah da'wah ummat Islam seluruhnya, maka Rasulullah saw memerintahkan semua ummat muslim termasuk wanita walaupun mereka berhalangan.
Diriwayatkan dari Ummu 'Athiyah ra. ia berkata : Rasulullah saw memerintahkan kami keluar pada 'Idul Fitri dan 'Idul Adha semua gadis-gadis, wanita-wanita yang haid, wanita-wanita yang tinggal dalam kamarnya.
Adapun wanita yang sedang haid mengasingkan diri dari tempat salat 'ied, mereka menyaksikan kebaikan dan mendengarkan da'wah kaum muslimin (mendengarkan khutbah). Saya berkata : Ya Rasulullah, bagaimana dengan kami yang tidak mempunyai jilbab? Beliau bersabda : Supaya saudaranya meminjamkan kepadanya dari jilbabnya. (HR : Jama'ah).

3.Makan Sebelum ke Tempat Shalat.
Dari Anas ra, ia berkata (yang artinya) : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pergi (ke tanah lapang) pada hari Iedul Fitri hingga beliau makan beberapa butir kurma". [Hadits Riwayat Bukhari 953, Tirmidzi 543, Ibnu Majah 1754 dan Ahmad 3/125, 164, 232].
Berkata Imam Al Muhallab : "Hikmah makan sebelum shalat (Idul Fithri) adalah agar orang tidak menyangka masih diharuskan puasa hingga dilaksankan shalat ‘Ied, seolah-olah beliau ingin menutup jalan menuju ke sana" [Fathul Bari 2/447, lihat di dalam kitab tersebut ucapan penulis tentang hikmah disunahkannya makan kurma].

4.Berjalan Kaki ke Tempat Shalat.
Dari Ali bin Abi Thalib ra berkata, termasuk sunnah jika kamu keluar mendatangi tempat shalat Ied dengan berjalan kaki dan memakan sesuatu sebelum pergi ke tempat shalat Ied.” (HR. Turmudzi).
"Ibnu Umar r.a dan Abu Hurairah ra keluar ke pasar pada hari sepuluh pertama dari Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbir, kemudian orang-orang yang ada di pasar mengikuti takbiran mereka berdua.” (HR Bukhari mu'allaqan).
" Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab mengucapkan takbir secara keras dari kemahnya ketika di Mina, ketika orang-orang yang sedang di Masjid mendengar takbir Umar, mereka pun mengikuti takbirnya, ketika orang-orang pasar mendengar takbiran orang-orang yang di masjid, mereka ikut bertakbir juga, sehingga Mina dipenuhi dengan suara takbir." (HR Bukhari Mu'allaqan).

5.Shalat Di Lapangan.
“Pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, Rasulullah saw keluar menuju tempat shalat (lapangan). Pertama kali yang dikerjakan adalah melakukan shalat. " (HR Bukhari dan Muslim).
Menjalankan shalat ‘Ied tanpa udzur di masjid hukumnya makruh. Pendapat berlandaskan dalil riwayat Abu Hurairah, "Kami kedatangan hujan sewaktu hari raya, lalu Rasulullah saw memerintahkan agar shalat dilaksanakan di masjid" (H.R. Abu Dawud).
Adapun di Makkah maka disunnahkan di Masjidil Haram karena masjid tersebut lebih utama dari tempat manapun dan melihat Ka'bah merupakan ibadah.

6.Mengambil Jalan Yang Berbeda Ketika Pulang Shalat.
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw apabila pergi (ke tempat shalat Ied) pada hari Ied melalui satu jalan, maka beliau kembali dari tempat tersebut melalui jalan yang berbeda.”

7.Hukum Masbuq (terlambat) dalam Melaksanakan Shalat Ied
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa, "Siapa yang tidak mengikuti shalat Ied berjamaah, hendaklah ia shalat empat rakaat (2 salam)".
"Bahwasanya beliau (Anas) jika tidak ikut shalat Ied bersama Imam di Bashrah, beliau mengumpulkan keluarga dan para pembantunya, kemudian Abdullah bin Abu Atabah berdiri memimpin shalat bersama mereka dua rakaat.” (Riwayat Bukhari Mu'allaqan).
Dalam hal ini kita diberikan pilihan, mengerjakan 4 rakaat (2 salam) atau 2 rakaat saja.

8.Shalat Ied adalah Wajib.
Dikatakan oleh Shidiq Hasan Khan rahimahullah, beliau berdalil : “Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan shalat ‘Ied selama hidupnya dan tidak pernah meninggalkannya walaupun sekali, juga beliau memerintahkan manusia untuk keluar menunaikan ‘Ied, juga memerintahkan wanita-wanita muda dan para gadis pingitan serta wanita-wanita haid untuk keluar dan menyaksikan kebaikan dan do’anya kaum muslimin,” kemudian beliau berkata : “Semua itu menunjukkan akan wajibnya.” [Lihat Raudhatun Nadiyah]
Beliaupun berdalil atas wajibnya shalat ‘Ied dengan perkataan : "Bahwa shalat ‘Ied menggugurkan shalat Juma’at jika bertepatan dengan hari Jum’at".

9.Ucapan Selamat yang Seharusnya.
Dari Khalid bin Ma’dan ra berkata, Aku menemui Watsilah bin Al-Asqo’ pada hari Ied, lalu aku mengatakan, ‘Taqabbalallaah Minna Wa Minka”. Lalu ia menjawab, ‘Iya, Taqabbalallah Minna Wa Minka,’. Kemudian Watsilah berkata, ‘Aku menemui Rasulullah saw pada hari Ied lalu aku mengucapkan ‘Taqabbalallah Minna Wa Minka’, kemudian Rasulullah saw menjawab, ‘Ya, Taqabbalallah Minna Wa Minka’ (HR. Baihaqi Dalam Sunan Kubra).
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar [Fathul Bari 2/446] : "Dalam Al Mahamiliyat dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata (yang artinya) : Para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : "Taqabbalallahu minnaa wa minkum" (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu).
Adapun ucapan selamat : "kullu 'aamin wa antum bikhair" atau yang semisalnya seperti yang banyak dilakukan manusia (di Indonesia "minal 'aidin walfaizin"), maka ini tertolak tidak diterima, bahkan termasuk perkara yang disinggung dalam firman Allah (yang artinya): "Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?".

10.Tidak Berlebih-lebihan dalam Berpakaian dan Berdandan.
Seringkali pakaian yang bagus dan indah yang memang disunnahkan untuk dikenakan pada hari raya Iedul Fitri, menjadikan kita terjebak pada sifat berlebihan dalam berpakaian ataupun berdandan, sehingga terkadang ‘aurat’ tidak terjaga, atau berpakaian terlalu ketat, atau juga terlalu menyolok (baca; tabarruj).
Sehingga dosa-dosa yang telah terampuni kembali masuk dalam diri kita. Oleh karenanya, sebaiknya dalam berpakaian tidak melanggar batasan-batasan syar’i, baik bagi pria maupun wanita.
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab 33).

11.Tidak Berjabat Tangan antara Pria dan Wanita yang Bukan Mahromnya.
Hal ini juga terkadang sering terlalaikan dalam merayakan Iedul Fitri terhadap sanak saudara, tetangga atau teman dan kerabat. Padahal berjabat tangan bagi yang bukan mahromnya adalah termasuk perbuatan yang dilarang.
“Dari Urwah ra, bahwasanya Aisyah memberitahukannya tentang bai’at wanita. Aisyah berkata, Rasulullah saw tidak pernah menyentuh dengan tangannya seorang wanita sama sekali.” (HR. Muslim).

12.Tidak Berlebih-lebihan dalam Tertawa dan Bercanda.
Tertawa, bercanda, mendengarkan hiburan termasuk perkara yang dimubahkan terutama pada Iedul Fitri. Namun yang tidak diperbolehkan adalah ketika perbuatan tersebut berlebihan, sehingga melupakan kewajiban atau menjerumuskan pada sesuatu yang dilarang.
"Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan". (QS. At-Taubah : 82).

13.Tidak Berlebih-lebihan dalam Mengkonsumsi Makanan (tabdzir).
Dan makan dan minumlah kalian, tapi janganlah kalian berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf : 31)
Diriwayatkan dari Abi Umair bin Anas, diriwayatkan dari seorang pamannya dari golongan Anshar, ia berkata, mereka berkata : Karena tertutup awan maka tidak terlihat oleh kami hilal Syawwal, maka pada pagi harinya kami masih tetap shaum, kemudian datanglah satu kafilah berkendaraan di akhir siang, mereka bersaksi dihadapan Rasulullah saw. bahwa mereka kemarin melihat hilal. Maka Rasulullah saw. memerintahkan semua manusia (ummat Islam) agar berbuka pada hari itu dan keluar menunaikan salat 'Ied pada hari esoknya. (HR : Lima kecuali At-Tirmidzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar